Kamis, 22 Mei 2014

Kenangan terindah masa SMA

04/06/2013,17:08 => Assalamu'alaikum ky,. Aku minta maaf lw slama neaku bxk slah k km, slalu ngrpoti km... Buat km sedih, buat km glau, maaf ya.. Sukses trus y, jgn mnyrah! Smangat :)

14/09/2013,21:55 => Hoho aku bintangnya, kamu langitnya. krna chya bintang akan nampaksaat langit tuh ada.

08/11/2013,20:22 => Berhentiutk tak merasakan letihmu, hilangkan cmua penatmu, hempaskan.. Seolah olah, cmua telah berlalu,terbwa angin, n larut dlmdawai surga

22/01/2014,19:20 => Dan lw memang saat nanti kita dipertemukankmbali, semoga lbh baik lgi untuk kedepannya... Aminnnn

07/03/2014,21:12 => Gk salah km mencintai, tapi km tdak tepat mencintai aku...

13/03/2014,18:58 => Bgaimna kmu bisa berjanji membuatku tersenyum , sedangkan dirimu sudahkah bisa tersenyum ? Bagaimna kmu bisa menemaniku, sedangkan kmu sudahkayh ditemani dgn orang yang kmu butuhkan?

05/04/2014,20:35 => iyah gpp... bukane km emank udh awal kenal aku, wktu les d pak adi iku kan ?

05/04/2014,20:46 => nyesel kyak e, soale aku gk terlalusuka ma cwo yg terlalu deketdg bnyak cwe.

06/04/2014,08:29 => yang gk nyesel km, dy yg mampu menerima sgla kekurangan yg ada pd dirimu.

06/04/2014,08:38 =>Kamu itu.. udah punya segalanya ki. kamu pinter dalam sgla bidang, akademik ok, non akademik jg ok. kmu jga yg selalu ngajariaku, disetiap pelajaran yg gk aku bisa, kamu yg selalu memberi perhatian lbih, kamu yang selalu menyemangati, n kmuslalu berbuat baik ke aku. kurang apa lagi dari dirimu ki ? apa lagi yang mau kamu cari ? lha ketimbang aku, aku banyak nyakiti kamukan ? kamu juga tau kan lw aku udah sama mas?

07/04/2014,20:11 => emang yg dibutuhkan cinta dari siapa?

15/04/2014,21:15 =>semangat y buat besok, ayo fisika dpt 10

15/04/2014,21:42 => Frekuensi detak jantung berbeda pada setiap keadaan , karena ada suatu hal yang tidak dapat dijelaskan... Gravitasi jg tak berpengaruh pda orang yang sedang jatuh cinta , karena cinta tak mengenal jarak :D

15/04/2014,21:45 => Hehe fisikawan cinta :D Jok manyun a? Udah a belajar e?

15/04/2014,21:56 => Amin , tdi mtkq ki, akeh ngawure :(

18/04/2014,19:35 => Disini di hatimu

18/04/2014,19:42 => Waah jangan gitu , ayo buka lagi, n buka kamus




Rabu, 05 Februari 2014

Kakak Beradik



Segumpal awan tampak membumbung diatas danau. Mendung, pertanda air akan menari dengan irama rintikan hujan. Jika menoleh kearah timur maka akan terlihat sebuah rel kereta api membentang jauh mengawal danau dengan setia. Didampingi oleh kasih sayang sebuah jalan berdebu.
Diatas rel itu terbujur seorang insan dengan pakaian yang lusuh dan kumal, duduk dengan kaki direbahkan menghadap danau. Tangan sebelah kirinya terus menggenggam sebuah benda, sedangkan tangan kanannya terus melempari danau dengan kerikil-kerikil kecil.
Sudah beberapa hari ini aku melihatnya direl itu. Semua orang yang lewat berpikiran yang sama dengan yang lain “dia gila,” itulah yang terbesit di pikiran mereka.
Aku terus memperhatikan gadis itu dari tempat dudukku. Ditemani sebuah radio kecil, aku merapikan jaring-jaring yang kusut.

Jarum jam menunjukkan waktu 12:45. Ku angkat badan yang sudah mulai penat ini menuju sebuah Mushola kecil tak jauh dari tempatku berada. Ketika ku berdiri, kembali kepalaku tergerak sendiri kearah gadis di rel kereta itu, entah siapa yang menggerakkannya aku tak tahu. Ku lihat gadis itu masih asik melempari danau dengan kerikil-kerikil kecil.

Jauh di belakang gadis kecil itu, tampak oleh ku sebongkah baja berjalan dengan angkuhnya. “Kereta api” darahku berdesir, peluh dingin mulai bercucuran.
“Awas, kereta apiii!!!.” Teriakku dengan sangat keras sambil menunjuk kebelakangnya.
Tetapi dia hanya terdiam, ia tolehkan sebentar wajahnya kearah kereta api meluncur, kemudian kembali ia lempari danau dengan kerikil-kerikil kecil. Seolah-olah kereta api akan takut kepadanya dan menghindar dengan sendiri.

Detak jantungku semakin kencang, badanku mulai basah akan keringat dingin yang terus mengucur di tubuh. “Tuuuttttthhhh” tak henti-hentinya pluit itu berbunyi, namun gadis itu seakan tak mengundang cemas dalam hatinya. Atau dia sengaja akan mengakhiri hidupnya? tanyaku dalam hati. Aku tak punya pilihan lain, aku harus menyelamatkanya, entah wahyu apa yang diturunkan oleh Tuhan, aku tak tahu dan tak ingin tahu. Yang penting tak ikhlas mata ini melihat seorang gadis diterjang oleh kereta api yang angkuh itu.
Ku berlari sekencang mungkin, sekencang yang aku bisa. Kalaupun bisa, aku ingin terbang secepat kilat, menyambarnya bagaikan elang memangsa seekor ayam.

Jarakku dengan gadis itu sabaleh duo baleh dengan kereta api yang terus meluncur. Batu-batu kecil beterbangan oleh kakiku yang terus berputar seirama. Pluit kereta terus memberikan isarat, seolah tak ingin mengalah denganku untuk merebut gadis itu. Jarakku dengannya semakin dekat, beruntung aku lebih dekat dibandingkan kereta yang berada berlawanan denganku.
Dengan cepat kuraih tangan gadis itu, dan kutarik ia keluar dari rel kereta. “Selamat” ujarku dengan nafas terengah-engah. Sialnya kakiku malah terpleset dari tepi rel, tanpa sengaja kami terjatuh kedalam suatu sawah yang masih berlumpur dengan posisi yang tidak mengenakkan “berpelukan”.
Dia lepaskan badannya dari tubuhku, kemudian ia berdiri meninggalkanku yang masih terbujur kaku dengan penuh lumpur. Tak ada sepatah katapun yang terucap dari gadis itu, hanya raut wajah yang tak bersahabat dia tinggalkan kepadaku sebagai bingkisan terima kasih telah meyelamatkannya.

Aku hanya bisa tersenyum sebelah bibir melihat kelakuannya, dengan tenaga yang masih tersisa ku angkat badan ini yang penuh dengan lumpur.
“Hujan!” ya, hanya hujanlah yang turut menemaniku disini, sedangkan gadis itu kulihat berjalan menyusuri panjangnya rel kereta sambil diterpa oleh rintikan hujan. Kubiarkan lumpur ini meleleh dikalahkan oleh sapuan hujan, sambil terus kulihat gadis itu yang semakin lama semakin kecil, jauh dan akhirnya lenyap ditelan gelapnya hujan.
***

Oh ya, namaku Ikfar, anak kedua dari tiga bersaudara. Abangku adalah sosok yang sangat kuat dan selalu melindungiku, tanpa dia aku tak akan mampu bertahan oleh kejamnya dunia. Namanya Matahari, benda bulat raksasa yang selalu bersinar di angkasa dengan gagah berani.
Kemudian adikku adalah benda indah yang selalu memikat hati ini, tanpa dia dunia ini terasa hampa bagiku, tapi belum tentu bagimu! dialah Bulan.
Kemudian kalian akan bertanya siapakah ayah dan ibuku? Ayahku adalah sosok yang selalu menjagaku dengan cinta dan kasih sayang, dia perisai kehidupanku selamanya, dialah Langit, atap bagiku dan bagi dunia ini.
Lalu ibuku adalah tempat dimana aku selalu dalam pelukan dan kasih sayang, tempat dimana aku menumpahkan segala cinta dan duka. Tempat dimana aku akan tertidur untuk selamanya. Dialah Bumi, tempat aku hidup dan mati kelak.

Mungkin terdengar sangat aneh keluargaku itu, tapi itulah keluargaku, keluarga yang selalu harmonis dalam setiap detik waktu ini. Tanpa ada pertengkaran, dan carut marut kehidupan. Dan mungkin, anda juga berfikir bahwa aku adalah penulis yang telalu berlebihan, tidak!!! Aku menceritakan apa adanya, karena aku bukanlah pengecut yang selalu berlindung dibawah ketiak kekuasaan nepotisme.
Dan jika anda terus bertanya dengan ngotot dan menyudutkan ku, seperti seorang jaksa penuntut umum. Aku akan angkat tangan, semuanya karena aku adalah pemimpi tanpa tujuan, pengembara tanpa arah, dan penyanyi tanpa lagu, bukan begitu!!! Tapi karena aku adalah pecundang teman, atau lebih sopan anda sebut pengalah.
Aku lari dari rumah, karena aku tak sanggup untuk bertahan dalam kecamuk keluarga yang selalu mementingkan egonya masing-masing. Tanpa ada didalamnya kasih sayang dan cinta.
Hingga aku lari ke danau ini, untuk mencari sebuah mimpi, sebuah keluarga, bukan sebuah, tapi semua, semua yang aku anggap bahagia dan hidup.
***

Daun kamboja yang kering jatuh dari dahannya. Daun kering itu menimpa pundakku yang sedang bersimpuh di tepi danau. Senja sudah berlalu. Bola raksasa berwarna jingga itu menggelincir masuk ke batas cakrawala. Beberapa turis yang beruntung menyaksikan peristiwa ajaib itu berdecak kagum.

Sebuah mobil sedan hitam berhenti tepat di depanku, kulihat seorang pemuda bertubuh kekar keluar dari dalamnya.
“ Mau apa lagi” ujarku tanpa berdiri untuk menghormati kedatangannya.
“ Bapak memintamu untuk pulang, dia sekarang tengah sakit.”
“ Pulanglah, katakan padanya bahwa aku tidak mengenalnya lagi”
“ Tapi dia ayah mu, dia sangat membutuhkanmu” ujar pemuda itu
“ Pulanglah, ini peringatanku yang terakhir, aku tak ingin ada pertumpahan darah di sini”

Sahutku dengan mulai emosi.
Sedan hitam itupun melaju dengan ganasnya, meninggalkan deru yang sangat angkuh tak berperi ditelingaku.
Sudah beberapa hari ini banyak orang asing menyuruhku pulang, tapi tak sedikitpun hati ini bergerak untuk pulang. Luka yang membakar bertahun-tahun sekarang telah berkarat di hati ini, menyebabkan aku memendam dendam. Kepada seseorang yang seharusnya aku kagumi. Ayahku sendiri.

Tiupan angin dingin merasuk kedalam tulangku, menggetarkan kalbu yang sedang berkecamuk dengan imajinasinya. Akupun sontak berdiri tegak akan dinginnya, kutatap langit mulai menggelap, bintang kecil sudah bertaburan. Dan kulangkahkan kaki menyusururi jalanan bersama dendam yang aku kandung.
“Awasssssss !!!” pekik seseorang dari belakangku, kurasakan tanganku tertarik kesamping, dan sebuah mobil melaju dengan kencangnya di sampingku.
“Dasar bodoh, kalau mau bunuh diri jangan disini” seorang gadis memarahiku, dan kulihat jemarinya masih tercengkram erat di tanganku.
“Maaf, tadi lagi ngelamun, jadi tidak sadar kalau sudah ditengah jalan” jawabku dengan jantung berdetak cepat.
“Melamun kok ditengah jalan”
“Perasaan aku pernah melihatmu, tapi dimana ya?”
“Aku gadis yang pernah kau selamatkan di rel kereta api dulu, sekarang aku tidak memiliki hutang budi lagi padamu” jawabnya sambil berjalan meninggalkanku.
“Siapa namamu?” teriakku kepadanya. Dia berhenti sebentar, dan dengan perlahan membalikkan kepalanya ke arahku.
“Kinara” ujarnya singkat, dan kembali berjalan menjauh, dan hilang.
***

Siang menerik membakar pusaran kepala. Sedetik, lalu hujan. Garis-garis turun menancapi tanah, memukul lantak butir benih. Aku bersimpuh di depan jaring-jaring yang kusut, berharap bisa mengurainya menjadi lurus.
Kinara, gadis itu kembali membuatku melamun, bahkan mendatangi mimpiku setiap malam tanpa ku undang. Garis-garis hujan mulai meneduh, mungkin dia kasihan kepada tanah yang selalu ditancapinya.

Kulihat ada seorang gadis mondar-mandir ditepi jalan, sepertinya dia sedang mencari sesuatu
“ Lagi cari ini ya?” teriakku sambil berdiri dan mengeluarkan sebuah kalung. Dia berhenti dan mendatangiku
“Kapan kau curi dari ku?”
“Siapa yang nyuri, aku menemukannya kemarin”
“Terima kasih” ujarnya sambil mengambil kalung itu dariku
“Sebegitu pentingkah benda itu untukmu?”
“Sepenting roh dalam jasadmu”
“Tapi aku tak menginginkan rohku bersatu dalam jasad ini”
“Karena kamu tidak memahami arti hidup yang sebenarnya”
“Bukankah itu kamu? Apakah hidup yang sebenarnya mengakhiri hidup direl kereta api?”
“Jangan ungkit itu lagi, itu masa laluku”
“Maaf, siapa yang memberikannya padamu?” kembali aku bertanya, dia diam sejenak, sambil menatap jauh kedalam mataku, seakan menaruh rasa curiga.
“Ayah dan Ibuku, tapi mereka sekarang telah tiada, mereka semua meninggal ketika kecelakaan 2 tahun yang lalu termasuk saudaraku. Aku sangat merindukan mereka” ujarnya pilu.

Aku tertegun mendengarnya, Sontak akupun teringat dengan ayah.
“Maaf, aku telah mengungkit kesedihanmu”
“Tidak apa, terkadang kita berkeluh kesah ketika mendung datang, Tuhan mengirimkan badai, petir, dan hujan lebat. Tapi pernahkah kita sadar bahwa Tuhan telah menyimpan sebuah keindahan jika kita kuat menghadapi semua itu? Tuhan mengirimkan pelangi jika kita berhasil”
“Memang benar” sahutku sambil menunduk, tapi kapan Tuhan mengirimkan pelangi untuk ku? bisikku dalam hati.
“Oh iya, siapa namamu?”
“Ikfar” ujarku sambil menyodorkan tangan
“Nama yang bagus, rumahmu dimana?” jawabnya sambil menjabat tanganku.

Pertanyaannya sontak membuatku lenyap dalam kecamuk hati. Rumah? Dimana rumahku? Kenapa kau tanyakan itu Kinara? Kau membuatku gila.
“Aku tinggal di Mushola, menjadi seorang Gharim”
“Rumah yang indah dan mulia, bagaimana dengan keluargamu?” pertanyaannya kembali membuatku pusing dan muak.
“Haruskah kuceritakan padamu?”
“Wajib, karena aku telah menceritakan keluargaku padamu”
“Aku lari dari rumah, karena mereka tidak menginginkanku lagi”
“Tapi aku sering melihatmu disuruh oleh seseorang untuk pulang”
“Dia menyuruhku pulang karena sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi”
“Maafkan aku, tapi kuharap kamu segera pulang dan menemuinya, mungkin dia telah berubah”
“Aku tidak bisa” jawabku

Kemudian kami sama-sama hening beberapa saat.
“Aku pamit dulu, senang berkenalan denganmu, jika ada waktu luang mainlah kerumahku, tidak jauh dari sini” Ucapnya sambil berdiri
“Dimana?” Tanyaku
“Panti Asuhan Al-Azhar” jawabnya, kemudian dia berjalan dengan sedikit bergegas meninggalkanku. Anak yang kuat, tidak seperti aku, ujarku dalam hati.
***

Terus berjalan dan berlari. Mengoleksi segala yang ditemui. Menggurat ketenangan, menggores sejarah, berteriak pada penjuru angkasa. Aku punya impian!
Siang kembali membahana, ku langkahkan kaki menghilangkan penat, setelah membersihkan Mushola sejak dari pagi. Kakiku terus menjelajahi jalan berdebu, menyusuri setiap jejak kehidupan. Ingin rasanya kuhapus setiap jejakku dimuka bumi, agar tak ada yang mengenaliku, dan mengikutiku. Ku hirup udara berdebu, seolah-olah indah dalam paru-paru.

Langkahku kemudian terhenti di depan sebuah bangunan, ku eja setiap hurufnya menjadi sebua kata, dan kugabungkan kata itu menjadi sebuah kalimat “Panti Asuhan AL-Azhar”.
“Hai” Seru seseorang sambil melambaikan tangannya dari dalam ke arahku. Akupun berjalan mendekatinya
“Silahkan duduk!” kata Kinara padaku.
“Terima kasih” ujarku, sambil memandang setiap inci ruangan.
“Bagaimana menurutmu?”
“Sangat menentramkan hati”
“Disinilah aku menemukan arti sebuah kehidupan 2 tahun lalu”

Aku hanya bisa termenung mendengar tuturannya, kulihat beberapa anak kecil sedang bermain dengan penuh canda tawa dan kegembiraan. Inikah yang kucari? Sebuah kedamaian dan ketentraman?
“Apakah kamu sudah menemui ayahmu” Tanya Kinara, yang membuyarkanku dari lamunan.
“Belum” ujarku singkat
“Mau sampai kapan kamu terus begini?”
“Entahlah, mungkin sampai dendam yang aku kandung ini gugur”
“Bukankah dendam itu dilarang agama? Apalagi dengan seorang ayah sendiri”
“Benar, tapi aku tidak bisa”

Kembali suasana menjadi hening, kami kembali sibuk dengan lamunan masing-masing.
“Aku pamit dulu” ujarku sambil berdiri
“Terima kasih sudah mau datang kesini” jawabnya
Kemudian aku berjalan menyusuri jalan menuju Mushola.
***

Jeritan jangkrik menemani malamku, kembali aku teringat dengan gadis itu, Kinara. Begitu kuatnya dia hingga bisa bertahan dengan keadaannya. Sedangkan aku? Seseorang yang hanya lebih mementingkan dendam. Betapa bodohnya aku Tuhan, terhadap ayahku sendiri aku masih menaruh dendam.
Aku rasa aku harus bangkit, karena Tuhan telah mengirimkan Pelangi terindah untukku yang Dia selipkan dalam hati seorang Kinara.
Kinara, andai kau tahu apa yang kurasakan, betapa takjubnya telinga ini mendengar setiap tutur katamu, betapa indahnya mata ini memandang matamu, merasuk kedalam jiwa, mengakar bak benalu didalam hati, menghisap puing-puing kesedihan, kemudian kau suntikkan sebuah insulin cinta kedalamnya. Sungguh, inikah rasanya cinta?
Apakah kau juga merasakan apa yang ku rasa Kinara? Ku harap jawabnya iya, karena katamu kamu sering memperhatikan seseorang menyuruhku pulang, berarti kamu memperhatikanku dari jauh Kinara. Berarti kamu juga mencintaiku Kinara, tunggu aku Kinara, aku akan menjemputmu, aku akan membawamu ke kursi pelaminan. Aku cinta kamu, Kinara.
Dinginnya malam tak mempan menembus tulangku, seakan ada sebuah perisai yang menghalangnya, memang ironis jika seseorang jatuh cinta.
“Aku akan melamarmu Kinara, setelah ku temui ayah besok pagi” Kemudian kutarik selimutku sampai kepala, ku pejamkan mataku dan berharap bertemu Kinara dalam mimpi.
***

Bersimpuh adalah sajadah. Dan sajadah tidaklah panjang, tidak berkelok-kelok, meski kebesaran-Mu ada di dalamnya seperti ketika bersimpuh.
Kemudian kuambil sebuah kotak yang mulai kusam, kubuka perlahan, sebuah cincin pemberian ibu masih mengkilap di dalamnya. Ku tutup dan ku simpan ke dalam saku celana kananku.
Sedan hitam berdecit didepan mushola, ku langkahkan kaki keluar dan masuk kedalam mobil itu. Keputusanku untuk menemui ayah sudah bulat, aku tak ingin ada lagi dendam antara aku dan dia.
Sedan hitam ini terus membawaku menuju sebuah jalan menuju jalan, menyusuri gang demi gang, dan tepat berhenti disebuah rumah mewah yang tak asing lagi bagiku, yaitu rumah dimana aku menyimpan sebuah kenangan hitam dan gelap di dalamnya, rumahku sendiri.
Jantungku terus berdetak dengan cepat, pemuda itu membukakan pintu untukku, aku masuk kedalam rumah, kulihat setiap sudut rumah, masih ada foto kami sekeluarga terpampang di dindingnya. Tidak ada yang berubah sedikitpun sejak aku pergi dari sini.
Suara decitan pintu terbuka yang ada ketika kubuka kamar ayah. Kulihat dia terbaring lemah dengan beberapa selang infuse dan kabel-kabel ditubuhnya. Mata kami saling bertemu, dia hanya diam, akupun diam.
Rasa dendamku kembali memuncak, setan dan iblis tak henti-hentinya menghasutku, hanya kalimat astaghfirullah yang dapat kulantunkan dalam hati untuk menenangkan dendam ini.
Kemudian ayah masih tetap menatapku kosong “Siapa kamu?” tanyanya lembut

Begitu cepatkah dia melupakanku? Tentang anaknya sendiripun dia lupa. Setan dan iblis terus menghasutku dengan panas.
“Aku anak yang dulu pergi dari sini”
Ayah tetap diam melihatku
“Kau telah membesarkanku dengan caci maki”
Ayah tetap diam, namun matanya mulai sayu
“Kau telah membuang abangku”
Ayah menjadi gelisah. Badannya seakan ingin berontak.
“Kau telah memukul adik dan ibuku”

Ayahpun mulai tenang kembali, namun air matanya mulai mengalir dengan perlahan demi perlahan. Sedangkan jantungku mulai berdetak cepat, panas ditubuh mulai menguap memberontak.
“Kau telah membunuh adik dan ibuku di depan mataku” suaraku mulai sayu, dan air mataku mulai mengucur.
Kulihat ayah mengusap matanya dengan perlahan, kemudian semua menjadi hening, kami tak saling tatap lagi. Hanya suara cicak yang memecah keheningan. Kemudian kuambil sebuah kertas dan spidol dari dalam tas, dan ku tulis dengan perlahan dan sambil menahan air mata terus menetes. Kuangkat kertas yang bertuliskan “Ayah, aku memaafkanmu” tepat di depan dadaku.
Ayahpun tak mampu lagi menahan air matanya, dia biarkan air matanya terus mengalir dengan sendirinya. Dan hilanglah semua dendam yang aku kandung dalam hatiku.
Kemudian ku bersimpuh didepan ayah, kulihat dia hanya tersenyum, badannya mulai tanpa gerakan. Ku panggil-panggil namanya, namun tak sedikitpun dia sahuti panggilanku. Lalu kuletakkan tanganku tepat di denyut nadinya. Innalillahi wa innalillahi rojiun.
***

Kotak-kotak waktu harus dilalui. Bingkai dan bangkai peristiwa menanti. Terisi kapan, dimana, bagaimana, sementara, detak jarum jam berlomba dengan nadi
Angin sore makin kencang bertiup dan cuaca agak dingin. Sudah sebulan ayah meninggal, dan sekarang hanya aku sendiri yang mengurusi setiap asetnya. Ingin rasanya hati ini membantah, entah kepada siapa? dan selalu jiwa ini bertanya dimanakah abangku sekarang? Karena hanya tinggal dialah keluargaku saat ini.
Aku teringat dengan janjiku untuk melamar Kinara. Kebetulan nanti malam ada acara syukuran di Panti Asuhan Al-Azhar. Mungkin itulah waktu yang tepat untuk menjalankan niat suciku padanya.

Akupun bergegas pergi menuju Panti Asuhan Al-Azhar, kulihat telah ramai orang yang berdatangan. Acara yang diselingi tauziah oleh salah seorang ustad akhirnya selesai juga. Kulihat Kinara sedang berdiri dengan beberapa orang disampingnya. Kemudian kulangkahkan kaki dengan mengucapkan basmallah menuju kearahnya
“Ikfar? Aku kira kamu tidak akan datang” seru Kinara dan sambil tersenyum
“Kenapa tidak? Oh iya ada yang ingin aku sampaikan kepadamu” jantungku mulai berdetak cepat, kemudian ku selipkan jari-jemariku kedalam celana untuk mengambil kotak yang berisi cincin pemberian ibu dulu. Kemudian ku genggam kotak itu dibelakang badanku
“Ada hal apa Ikfar?” Tanyanya dengan menatap mataku
“Hmmmm” lidahku menjadi kelu, tak bisa aku percaya, aku menjadi bisu untuk mengatakannya.
“Kok diam? Oh iya, kenalkan ini calon suamiku”
“Calon suami?” Seketika aku mendengarkan sebuah ledakan hebat dari jantungku, kenapa begini ya Tuhan? Kenapa kau ciptakan aku hidup bukan untuk bersamanya? Hatiku menangis hebat. Kemudian kembali kuletakkan kotak berisi cincin itu kedalam saku celanaku lagi.
“Iya, dia baru saja melamarku Ikfar” jawabnya dengan tersenyum.
Kuperhatikan senyum Kinara itu, tak sadarkah dia bahwa senyumnya telah merusak hatiku? Mengobrak-abrik jiwaku? Menyayat relung hatiku?

Lalu kulihat orang yang disebutnya sebagai calon suaminya. Dia menjulurkan tangannya padaku.
“Randai” sapanya
“Ikfar” jawabku dengan suara parau
Kemudian kami berjabat tangan, darahku berhenti mengalir, keringat dingin mengucur lagi dengan derasnya. Kurasakan ada bekas goresan luka di telapak tangannya. Sama seperti bekas luka di telapak tanganku. Sehingga bekas luka itu menyatu menjadi sebuah tanda X.
Aku kembali hanyut dalam cerita lama, kembali teringat olehku ketika ayah marah besar kepadaku dan abangku ketika kami tak sengaja memecahkan kaca cermin. Kemudian ayah dengan kejamnya menggoreskan serpihan kaca itu ditelapak tangan kanan kami masing-masing. Aku menjerit kuat menahan perihnya, sedangkan abang kulihat hanya tertunduk diam.

Sebuah pelukan erat membuyarkan lamunanku
“Ternyata kamu adikku yang selama ini aku cari” kembali Randai mengencangkan pelukannya kepadaku.
“Aku merindukanmu abang” air mataku mengalir dan jatuh dibajunya Randai, sedangkan Kinara menatap kami dengan beribu tanda tanya.

Hadapi dengan Senyuman

Hadapi dengan senyuman
Semua yang terjadi biar terjadi
Hadapi dengan tenang jiwa
Semua kan baik-baik saja

Bila ketetapan Tuhan
Sudah ditetapkan, tetaplah sudah
Tak ada yang bisa merubah
Dan takkan bisa berubah

Relakanlah saja ini
Bahwa semua yang terbaik
Terbaik untuk kita semua
Menyerahlah untuk menang

Surat Senja

Pada surat-surat senja yang dikirimkan angin
Ditebarkan benih-benihnya pada pohon intaran di ujung selatan
lalu surat-surat itu tumbuh menjadi batu-batu

Pada kesepian
Hanya namamu yang bisa dilipat-lipat dalam katup rapat bibirku
Namamu yang singkat itu
aku kangen.

Lalu sepi mengubah waktu menjadi jam pasir tanpa rinci
dan pantai gagal menenggelamkan matahari

Tentang Mimpiku

Aku bermimpi Tentang hari ini
Disaat kita berdua Slalu bersama
Dan bila nanti Kau ingat kembali
Masa-masa inilah Yang akan kita kenang slalu

 Kau tak sendiri
Ku selalu bersamamu
Temani aku
Sampai habisnya waktu

Aku berjanji sampai tua nanti
Akan selalu ada jika kau butuh
Dan bila nanti dunia tak mengerti
Berpalinglah padaku

Tempat teraman untuk dirimu
Biarkan saja hidup tak mudah
Asal kau selalu ada

Bukalah Ma'af Buatku

Bukalah pintu maaf untuk embunku agar ku dapat mengusir kebekuan di kelopak-kelopakmu
menceritakan keindahan pagi yang dititipkan mentari dalam bias cahayaku.

Bukalah pintu maaf untuk langitku agar ku dapat menggiring awan untuk memayungimu
mengirimkan kedamaian yang dititipkan barisan merpati dalam paruh nafasku.

Bukalah pintu maaf untuk senjaku agar ku dapat hilangkan bimbang dan cemasmu
merias paras soremu lewat selendang jingga yang ditiup angin memelukmu rapat hangat menghabiskan rasa ingin.

Bukalah pintu maaf untuk kelam ku agar tiada mimpi buruk hanya ada malam indah untukmu
menyalakan unggun membakar melupakan kenangan lara menggantinya dengan bara cinta yang bergelora.

Bukalah pintu maaf untuk gerimisku agar ku dapat menjadi airmatamu, menitikkan kasih di hatimu menghapus goresan-goresan pedih di dinding hati menggantinya dengan garis-garis pelangi.


Salahkah Aku

ketika ku d cintai seseorg, q malah menyia-nyiakan dy....
Q malah nyakitin dy....
krn q g' bs mncintainya...
salahkah aku...

ketika ku mngnal dy...
hdup mrsa lbh berarti...
tapi, ketika i2 cmua org blng lw q brubah...
q akui q brubah...

tpi q brubah...
krn q mrsa bhgia brsm dy...
apa q salah...???
cm dy yg bs mngerti q...

Bukan Cinta yang Salah

Sayang jika malam telah tiba
Dan engkau tak ada disampingku
Betapa ku merindukanmu
Sungguh ku menyayangimu

Tapi apalah daya Kau memilih berpisah
 Bukan cinta yang salah
Bukan cinta yang hina
Mungkin kesalahanku Telah memisahkan kita

Bukan cinta yang salah
Bukancinta yang hina
Mungkin kekuranganku
Telah memisahkan kita

Cintha

cinta bagaikan air laut yang mengisi sebagian isi bumi
memberi banyak kehidupan..
membuat orang ingin tahu..
dan tiap orang pasti mengalami cinta..

cinta itu keikhlasan..
cinta itu kemauan..
cinta itu saling mengerti..
cinta itu indah

jika kita bisa menempatkannya
pada tempat terbaik dalam hati..
jadikan cinta itu indah dihatimu..
karena cinta bisa seindah yang kau mau

sayang aku mencintaimu
Dalam segala kurang dan lebihmu
Dalam pintaku pada-NYA terselip namamu yang selalu kurindu
I LOVE U


Karma

Sekian lama kita bersama
Ternyata kau juga Sama saja
Kau kira kupercaya
semua S’gala tipu daya
Oh percuma

Kau buat sempurna awalnya Berakhir bencana
Selamat tinggal sayang…
Bila umurku panjang Kelak ku ‘kan datang
‘Tuk buktikan satu balas
‘kan kau jelang Jangan menangis sayang

Ku ingin kau rasakan pahitnya terbuang Sia-sia,
memang kau pantas dapatkan
Akhirnya, usai sudah semua
Kudapat tertawa Bahagia

Selasa, 28 Januari 2014

Sahabat kodok



Pagi itu, mentari masih enggan menampakkan sinarnya, namun sayup dari mega merah pun semakin hilang termakan waktu, dan hari indah pertama sekolah tahun ajaran baru akan segera bergulir, dengan ditandainya sinar dari mentari pagi semakin tampak di sela awan yang menggumpal.

Terlihat beberapa siswa-siswi sedang berjalan kaki memijaki jalan ke sekolah tercintaku yaitu SMA Negeri 1 Purwosari atau yang lebih sering disebut SMANESA, namun ada pula beberapa diantaranya menaiki kendaraan pribadi ataupun diantar oleh orang tua dan tidak jarang adapula yang diantar oleh pacar, gebetan, selingkuhan, danlain sebagainya :D. Halaman dan ruang kelas yang tadinya sepi itu kini dipenuhi siswa-siswi yang baru saja memulai kegiatannya sebagai murid-murid SMA seperti biasanya setelah 2 minggu sebelumnya mengisi hari-hari mereka dengan liburan.

Pagi ini pengalaman pertamaku di SMA yaitu memasuki kelas baru sesuai dengan jurusan yang sesuai dengan kemampuanku yaitu IPA, setelah mendapati nilai raporku kelas 1 cukup mendukungku untuk memasuki jurusan anak-anak pintar ini :D, walau sebelum itu aku mendapatkan saran dalam hasil  psikotes untuk memasuki jurusan IPS. Namaku Awan, aku salah satu pelajar di SMANESA. Aku tidak begitu istimewa,tidak begitu pintar, tapi yang terpenting aku jalani hidup ini sesuai alur hidup ini mengarah. Aku punya hobi membaca, bermain bola, dan masih banyak lagi.
***



Hari kedua setelah pembagian kelas, aku mendapatkan kelas di XI IA 2, lalu akupun bergegas menempati bangku paling belakang, supaya bisa memdapatkan pemandangan kelas yang sesuai. Aku sebangku dengan Rojih, ia teman baru di kelas ini, walau sebelumnya aku sudah mengenalnya dalam pembinaan OSN Matematika kelas 1 dulu, tapi belum akrab. Dan beberapa jam terlewati dengan obrolan singkat dengan teman sebangku ku tersebut, namun yang paling berkesan ialah momen perkenalan di depan kelas, ada salah satu cewek yang berkenalan namanya Citra Eri Luki, selang beberapa detik tatapanku langsung terpaku pada sosok cewek tersebut, dan seakan waktu berhenti untuk sejenak. Aku memang sudah mengenalnya sebelum memasuki SMA, kami berdua bertemu dalam satu kursus sebelum memasuki SMA ini, dan pada  waktu itu pula terjadi kejadian yang sama saat perkenalan, tatapanku terpaku pada  cewek yang akrab dipanggil Luki itu.
***

Setelah 1 minggu terlewati setiap hari hampir aku disibukkan dengan tugas dan PR, namun berbeda dengan hari ini, jam terakhir yaitu FISIKA salah satu pelajaran yang aku gemari, hanya perkenalan materi tanpa perkenalan guru, karena gurunya tetap dari kelas 1 yaitu bu Nury. Hatiku senang sekali karena materinya agak mudah dipahami, dan karakter mengajarnya aku sudah lumayan hafal, lalu seperti biasanya di akhir   pelajaran Bu Nury memberi beberapa PR yang lumayan menantang. Dan PR tersebut hari esok harus sudah selesai, dan harus dikumpulkan. 

Kuayuhkan langkah kakiku yang gontai, menapaki jalan pulang dan bergumam bagaimana aku bisa mengerkan PR Fisika tadi, kupercepat langkah kedua kakiku, agar segera sampai di rumah, dan saat di dalam angkutan umum kutarik jendela dekat tempat dudukku dan menatap terarah ke jalan raya selama perjalanan pulang. "Bagaimana cara mengerjakan PR fisika tadi, aku ingin sekali bisa menguasai ilmu Fisika, namun kemampuanku hanya setinggi   bukit    yang   jauh di bawah gunung". Kuberanjak dari lamunanku dan bergegas turun dari dalam angkot tersebut, lalu meneruskan kembali menjejaki jalan setapak menuju rumahku.

Setelah malam tiba, akupun mulai bergegas membuka buku Fisika, dan mencoba mengerjakan PR tadi, memang sangat sulit di kerjakan, namun setelah kuusahakan untuk bisa, hanya seperempat saja yang aku bisa, dan akhirnya kututup buku penuh suka duka itu. Tak lama setelah aku menutup buku, ada sms masuk dari nomer yang tidak kukenali. ”hey, assalamu’alaikum, ini Awan yah?” sebaris kalimat tanya pada sms tersebut, dalam hati masih penuh tanda tanya siapakah yang sms ini ? , lalu akupun segera membalas smsnya “hey juga, walaikumsalam, iya ini Awan, ini siapa?”,”ini aku citra eri luki, teman sekelasmu lhoo, tau kan?” jawabnya walau sedikit lama ia membalas sms.
Setelah mengetahui itu hatiku pun mulai semangat lagi, seakan ada warna baru dalam hidup ini, karena orang yang selama ini aku kagumi sms aku terlebih dahulu. Tidak lama kemudian ia meminta belajar bersama melalui sms tentang PR Fisika tadi siang, akupun tak berpikir panjang langsung menelfonnya, dalam perbincangan itu pun semakin terjalin keakraban pada kami berdua walau baru pertama kali berbincang lewat telepon, dan hatiku saat itu berdebar dengan kencangnya seperti ombak di lautan lepas.
***

Semenjak kejadian tersebut, durasi bertemu dengan Luki menjadi sangat sering, sms pun tidak jarang sampai larut malam, tiap hari bisa bercanda tawa dengannya, karena dia duduk di depan bangku ku, rojih pun ikut berperan dalam mewarnai canda tawa kami, tanpa tersadar aku benar – benar merasakan ada keganjalan dihati ini, menemukan keindahan dunia dan semangat hidupku. Menjadi sering memikirkannya, apalagi jantung ini yg berdetak lebih kencang layaknya kelinci yang melompat – lompat kegirangan jika berada didekatnya.
kurebahkan badanku pada kasur empukku, kupandangi foto di hape usang yang semenjak tadi kupegang, diluar sana masih terdengar bunyi hembusan angin yang membuat petangku semakin dingin. Beranjak aku bangun dan bergegas mengambil wudhu’ serta mengambil kopyah dan sajadah setelah mendengar suara adzan isya di berbagai masjid maupun mushollah dekat rumahku berada. "Ya Allah, apakah ini namanya jatuh cinta, baru kali ini jantungku berdetak dengan kencang, melihatnya pun begitu semangat menjalani hidup, aku mencintainya karena-Mu ya allah. Ya Allah, seandainya dia memang jodohku serta baik untuk hidupku, agamaku, serta akhiratku, dekatlkanlah dia padaku. Dan jika dia tidak baik untuk hidupku, agamaku, serta akhiratku, maka jauhkanlah diriku dengannya" Ku alunkan do’a diakhir beberapa do’aku kepada-Nya.

Kini pagi mulai menyibak, namun mentari terlihat masih enggan menampakkan sinarnya. Sisa dedaunan semalam masih berserakan diteras rumah. Mega yang gelap menuntunku berangkat sekolah, setibanya disana, kulihat telah ada yang berdiri tegap yang kuyakini itu Luki. Ya, aku dapat mengenali tubuh setinggiku namun sedikit kurus cantik itu. Sedang apa dia sepagi ini dia berangkat? Apakah ia juga ingin menjadi orang yang pertama datang di sekolah? Namun bersama
siapa?
"
Luki?" sapaku agak terkejut melihatnya
"Awan?"
"ce’ilee pagi amat kalau berangkat sekolah, emang biasanya begitu yaah?" tanyaku memburu kepadanya.
"oh tidak, ada urusan mangkannya aku berangkat pagi, sekalian piket dan bisa ketemu kamu."
"aah masak, emang ratu gombal kamu itu!" jawabku singkat sambil menatapi mata indahnya dan senyuman yang selalu menghiasi wajahnya. Namun
Luki bergegas untuk pergi
"Hey wan, aku cabut duluan yah, soal tadi malam terima kasih banyak, senang bisa mengenalmu."
"
Oh iya, selamat pagi yah Luki, kamu pagi ini cantik banget deh” terlepas kata-kata itu dari mulutku, namun Luki hanya tersenyum manis padaku tanpa mengucapkan satu patah katapun sesembari dia beranjak pergi dimana kami berdua tadi mengobrol. Dalam hatiku berkata ”apakah dia merasa kalau aku terpesona akan indah dirinya dan keceriaannya yang selalu berimbas pada kesedihanku yang menjadi ceria lagi?” , semua pertanyaan itu belum terjawab, namun semangatku mulai runtuh saat mengingat kalau dia masih berpacaran dengan kakak kelas sekaligus senior exkul futsal di sekolahku ini ialah Erik. Memang Erik dan Luki terlihat bersama mulai kelas 1 dulu, namun aku terlambat mau berkenalan dengan Luki  kala itu, karena aku kalah keren dan kalah ganteng dengan Erik, Serta Luki terkenal pintar sedangkan aku hanya siswa yang tak mungkin bisa menandinginya, maka dari itu aku hanya memendam niatanku berkenalan dengannya. Bagai seorang rakyat jelata yang mengagumi seorang putri raja yang sudah memiliki pangerannya, Apakah aku bisa mendapatkan cintanya? Yaa mungkin saja kalau ada usaha yang terus menerus, dan tawakkal dalam setiap melangkah dan mengingat-Nya.

Kulihat Luki tampak sedikit  pucat, dan tak ada lagi senyum di bibirnya. Kusapa dia dari bangku ku “hey, kenapa niih, manyun mulu?”  “tidak kenapa-kenapa kog, kamu itu yang manyun mulu dari tadi :D” jawabnya dengan sedikit tertawa walau aku merasa dan menyakini bahwa ada masalah yang dihadapinya,
”aku manyun kan karena aku sedih ngeliat matahari kalah bersinar dengan sinarmu”.
 “emang aku lampu yaah, bisa bersinar? Hehehe eeh belajar Fisika yuk” sautnya dengan sedikit memperhatikanku.
 “ayo, apa sih yang nggak buat bidadari di pagi ini”.

Kami pun belajar bersama sebelum guru Fisika datang, karena pada hari ini Fisika jam pertama, sedikit gugup belajar bersama dan saling belajar dan mengajari, benih-benih cinta itupun menyebar melebihi kecepatan cahaya, bagai radiasi sinar UV menuju bumi, dan bagai gelombang di permukaan air menyebar kesegala arah J. Begitu bu Nury tiba di dalam kelas kamipun langsung mengganti tempat duduk kami yang semula berhadapan menjadi seperti duduk pada kelas yang semestinya.
"Ayo dikumpulkan, dapat PR kan kemarin, apakah ada yang tidak bisa di kerjakan” saut bu Nury setelah bedo’a dan menjawab salam yang menjadi kebiasaan siswa-siswi SMANESA sebelum memulai pelajaran yaitu mengucapkan salam bersamaman.
 “ada bu... semua tidak bisa..!!” seru candaan teman-teman sekelasku ditemani tawa ringan untuk memulai pelajaran, kala itu aku yang masih belum menguasai pelajaran Fisika terlalu dalam, kusebut saja Luki setelah bu Nury bertanya siapakah yang bisa mengerjakan PR itu, Luki pun malu-malu tapi mau untuk maju kedepan, alhasil waw pekerjaan yang ditulis ke papan hasil belajar bersama kami berdua di nilai benar, namun setelah itu bu Nury mengetes Luki, dan ternyata dia bisa mengerjakannya dengan mudah, sedangkan aku dan Rojih hanya tertegun melihat kepintaran bidadari hatiku ini.
“cieee, bidadari banget deh, udah cantik, ngangenin, pintar lagi, siapa yang tidak jatuh cinta pada Luki” kata rojih bisik-bisik telingaku sesembari kami melihat Luki mulai kembali ke tempat duduk di depanku.
“apa’an sih, udah punya cowok tau dia nya” sautku dengan pipi memerah.
 “sebelum janur kuning melengkung masih ada harapan untuk mendapatkan cintanya bro” saut Rojih menyemangatiku.
“hey, Luki ada yang ngefans kamu ni!!” kata Rojih setelah Luki duduk didepanku
“hey, siapa jih?” tanya Luki balik.
“nii, brudu yang tidak jadi kodok :D” jawab Rojih mengejekku karena aku takut dengan kodok.
 “ahh, tidak kok, tapi memang benar-benar hebat kamu Luki, jadi makin sayang deh J” sautku menyela obrolan mereka.
“ahh, masak sih, biasa aja wan, terima kasih yah atas pujiannya”
“iya sama-sama”jawabku menanggapi ucapan Luki.
***     
Setelah            pulang sekolah aku pun mulai menjalankan kewajibanku sebagai muslim yaitu sholat 5 waktu dan mengaji. Setelah ku jalankan semua kegiatan, tubuhku pun mulai lelah dan beranjak ke tempat tidur walau belum belajar sebelumnya. Namun, ada getar  hape diselah aku ingin memejamkan mata, ternyata sms dari Luki.
“hey, selamat malam cowok, gak belajar ta?”
“hehehe, belum nih, pikiranku masih kacau karena kangen bidadari” balas smsku dengan membayangkannya dia di sampingku.
“siapa bidadarinya?”balasnya.
“bidadariku kan kamu putri kodok” jawabku dengan senyum-senyum seperti orang gila.
“berani ngrayu-ngrayu aku, ceweknya marah lho ntar, nakal ancen pangeran brudunya”
“aku tidak punya cewek :P, yaah kamu itu udah punya cowok” balasku sedikit memancing jawabannya.
“aku udah gak punya cowok :’(“ balasan sms nya membuat aku tercengan sementara, rasa sedih dan bahagia pun tercampur menjadi satu seperi urap-urap :D, malam itupun kulalui dengan cerita sedih tentang cintanya, dia di putusin cowoknya Erik, Erik lebih memilih cewek lain setauku dari teman-temannya, namun meski begitu yang aku tau dia adalah cewek tertegar yang aku temui setelah ibuku dan nenekku. Seandainya aku jadi Erik aku pasti akan membahagiakannya selalu, membuat dia selalu tersenyum, dan membagi kisah cinta bersamanya.
Semenjak itu aku dan Luki pun semakin dekat, dan seperti sahabat, dia sering menyemangatiku, membantu mengerjakan PR ku, dan yang paling tidak bisa ku lupakan adalah saat seleksi OSN di sekolah kami, Rojih dan Luki terpanggil, dan namaku tak tersebut oleh panitia OSN, Luki yang mengetaui itu langsung menoleh ke arahku, memandangiku dengan telitinya, akupun berusaha tegar seperti dirinya, namun masih saja dia mengetaui apa kata hatiku, yaaah.. kenapa namaku tidak terpanggil. Setelah beberapa menit panitia selesai memberi pengumuman, Luki langsung meminta tukar tempat kepada Rojih, aku yang saat itu sedang tertekan dan membutuhkan seorang sahabat, ada sesosok Luki yang hadir menghiburku, hadir untuk memotivasiku, dan saat itulah aku mengetahui aku jatuh cinta pada cewek yang benar ialah Luki. Setelah bel istirahat berbunyi ia mengajakku untuk jalan-jalan memutari sekolah, hitung-hitung menghilangkan tekanan batinku, tapi sesampai di depan lab Fisika, kami bertemu pak Joko Pitono, Ketua panitia OSN sekolah kami. Awalnya perbincangan biasa antara Luki dan pak Joko, tapi beberapa saat kemudian Luki memohon-mohon dengan tulusnya pada Pak Joko seperti artis pemeran film sambil sesekali melihatku.
“saya  mohon  pak beri satu kesempatan pada teman saya pak, saya yakin dia mampu pak”.
Dengan keputusan yang tidak begitu berekspresi pak Joko yang awalnya bersikeras aku tidak bisa ikut, akhirnya luluh dengan rayuan dan permohonan dari bidadariku Luki, entah karena apa pak Joko menerimaku sebagai peserta seleksi OSN, mungkin memang dia jago dalam merayu, atau mungkin itulah yang ada dihatinya saat itu tulus menolongku, tapi yang aku tau semenjak kejadian itu, aku berniat membalas budi baik dari Luki, karenanya sedikit menguasai pelajaran di sekolah, karena ia aku bisa semangat bersekolah lagi, dan karena ia aku bisa merasakan arti cinta sebenarnya, dan satu kalimat dari pak Joko yang aku ingat “buktikan kemampuanmu padanya dan pada saya”.
***

Setelah kejadian itu, akupun berusaha untuk lolos seleksi OSN di sekolahku, dan alhamdulillahnya, seteelah kemarin di landa badai dan hujan yang sangat lebat, akhirnya pelangi menghendakiku, aku lolos seleksi dan terpilih sebagai salah satu peserta OSN Fisika yang mewakili sekolahku, begitu pula dengan Luki dia terpilih sebagai peserta OSN kebumian dan ia terpilih sebagai ketua crew majalah pelajar di sekolah kami, tak lupa Rojih juga ikut terpilih sebagai peserta OSN kimia, namun yang aku pelajari dalam kejadian ini yaitu pastilah ada jawaban disetiap masalah dengan melewati jalan-jalan yang berbeda, untungnya jawaban dari permasalahanku perantaranya adalah Luki, bidadari yang mewarnai hari-hari sampai detik ini.
***

            Beberapa minnggu terlewati ada perlombaan Adiwiyata, diadakan lomba kelas Adiwiyata, wali kelas kami pada saat itu bu Siti sangat totalitas, dalam mengikuti lomba tersebut, kels kami di jadikan seperti hutan yang nyaman dibuat belajar, tentram deh pastinya. Itu semua yang membuat aku, Rojih, Luki, dan teman-teman lainnya betah sampai sore di kelas. Namun, kebahagiaanku itu semua mulai sirna setelah Erik mantan cowoknya Luki menjemputnya di tengah canda tawaku dengan Luki dan lainnya, Luki pun langsung menemuinya karena tidak enak dengan tema-teman lainnya, dan mereka berdua mengobrol di sebelah jalan tak jauh dari kelasku, aku mencoba melihat dengan cara pura-pura membuang sampah didepan kelas, dan pemandangan yang tak ku hendaki ternyata terjadi, mereka berdua berdekat-dekatan, dan mesra sekali ngobrolnya, Luki yang melihatku langsung memalingkan wajahnya dari tatapanku.
“Ya allah, kenapa kau buat goresan dalam hati ini, aku mencintainya karena-Mu ya Allah, tapi mengapa aku tak rela dia bersama orang lain, aku harus bagaimana?” gumamku beberapa detik setelah melihat mereka berdua pegangan tangan.
Teman-temanku mencoba menghiburku dengan berbagai cara, walau mata ini tak menangis, hati ini menjerit, dan menangis kesakitan, mendengar kabar bahwa Luki dan Erik balikan.
***
           
            Sesampai dirumah aku langsung tak bersemangat lagi, baru kali ini hatiku tersayat dengan sakit yang teramat dalam, namun apa daya semua telah terjadi, aku tak bisa mencegah merek balikan. Selang beberapa jam kemudian ada saut getar hapeku pertanda sms dari Luki.
“hey, kamu gak apa-apakan du?” sms darinya.
J hey juga, aku gak apa-apa kok, selama kamu bisa tersenyum bahagia aku juga akan tersenyum bahagia  kog putri kodok , hehehe “ balasku.
“bagaimana aku bisa tersenyum bahagia disini, sedangkan disudut sana ada orang yang sedang menangis kesedihan karena tulus mencintaiku, dan aku menyayatnya :’(” balasnya.
Setelah membaca sms itu air mataku pun tak terbendung untukku tahan, baru pertama kali ada seorang cewek yang juga tulus mencintaiku. Malam itupun, Luki pun menjelaskan semua alasan mengapa dia menerima mantan kekasih yang telah menyakitinya dulu itu. Aku pun mencoba tersenyum dalam sakit ini, dan karena aku tak ingin jauh dari Luki, aku menganggapnya sebagai sahabatku, yang akan selalu menjadi teman disaat dia terluka. Karena cowok dari Luki tak mengizinkan Luki terlalu dekat denganku, hubungan kamipun hari demi hari sedikit merenggang, dia menjga jarak, tak seperti dulu lagi, namun yang paling terpenting adalah aku masih mencintainya seperti aku mencintai orang tuaku, Sahabat, teman-teman dan mencintai-Nya.




By : Moch. Rizky Setiawan / XII IA 3 / 20
Sahabat Kodok